BUDAYA SIMALUNGUN
Rumah Adat Batak Simalungun Bolon
February 4, 2013 | Filled under Seni dan budaya |
Rumah Adat Batak Simalungun Bolon Rumah Adat Batak Simalungun Bolon – Sub etnis Batak Simalungun
berdiam di sebagian wilayah Deli Serdang sebelah Timur Danau Toba.
Rumah adatnya berbentuk panggung dengan lantai yang sebagian disangga
balok-balok besar berjajar secar horizontal bersilangan. Balok-balok ini
menumpu pada pondasi umpak. Dinding rumah agak miring dan memilliki
sedikit bukaan/jendela. Atapnya memilliki kemiringan yang curam deng…
Pakaian Adat Simalungun
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Klasifikasi Bahasa
Kedekatan ini ditunjukkan dengan huruf penutup suku mati:
1. "Uy" dalam kata babuy dan apuy.
2. "G" dalam kata dolog.
3. "B" dalam kata abab.
4. "D" dalam kata bagod.
5. "Ah" dalam kata babah atau sabah.
6. "Ei" dalam kata simbei.
7. "Ou" dalam kata lopou atau sopou.
Dialek dan Ragam Bahasa
Henry Guntur Tarigan membedakan dialek bahasa Simalungun ke dalam 4 macam dialek:
1. Silimakuta.
2. Raya.
3. Topi Pasir (Horisan).
4. Jahe-jahe (pesisir pantai timur).
Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara Surat Sisapuluhsiah
Pakaian Adat Simalungun
Sama seperti suku-suku lain di sekitar daerah simalungun, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Bahasa Simalungun
Bahasa Simalungun atau sahap Simalungun
(dalam bahasa Simalungun) adalah bahasa yang digunakan oleh suku
Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun, Serdang Bedagai, Deli
Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Tapanuli di Indonesia.
Klasifikasi Bahasa
Penelitian P. Voorhoeve (seorang ahli
bahasa Belanda, pernah menjabat sebagai taalambtenaar Simalungun tahun
1937) menyatakan bahwa bahasa Simalungun merupakan bagian dari rumpun Austronesia yang lebih dekat dengan bahasa Sansekerta yang mempengaruhi banyak bahasa daerah lain di Indonesia.
Kedekatan ini ditunjukkan dengan huruf penutup suku mati:
1. "Uy" dalam kata babuy dan apuy.
2. "G" dalam kata dolog.
3. "B" dalam kata abab.
4. "D" dalam kata bagod.
5. "Ah" dalam kata babah atau sabah.
6. "Ei" dalam kata simbei.
7. "Ou" dalam kata lopou atau sopou.
Pandangan umum mengkategorikan Bahasa
Simalungun sebagai bagian dari Bahasa Batak, namun Uli Kozok (filolog)
mengatakan bahwa secara sejarah bahasa ini merupakan cabang dari
rumpun selatan yang berbeda/terpisah dari bahasa-bahasa Batak Selatan
sebelum terbentuknya bahasa Toba atau Mandailing.
Beberapa kata dalam Bahasa Simalungun memang memiliki persamaan dengan
bahasa Toba atau Karo yang ada di sekitar wilayah tinggalnya suku
Simalungun, namun Pdt. Djaulung Wismar Saragih menerangkan bahwa ada
banyak kata yang penulisannya sama dalam bahasa Simalungun dan Toba
namun memiliki makna yang berlainan.
Dialek dan Ragam Bahasa
Henry Guntur Tarigan membedakan dialek bahasa Simalungun ke dalam 4 macam dialek:
1. Silimakuta.
2. Raya.
3. Topi Pasir (Horisan).
4. Jahe-jahe (pesisir pantai timur).
Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara Surat Sisapuluhsiah
PARTUTURAN HALAK SIMALUNGUN
Partuturan adalah cara suku Simalungun menentukan perkerabatan atau keteraturan yang merupakan bagian dari hubungan keluarga (pardihadihaon) dalam kehidupan sosialnya sehari-hari terutama dalam acara adat.
Asal-usul
Awalnya orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan "tibalni parhundul" (kedudukan/peran) dalam "horja-horja adat" (acara-acara adat). Hal ini dapat dilihat pada pertanyaan yang diajukan oleh seorang Simalungun di saat orang mereka saling bertemu, dimana bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?" Hal ini dipertegas lagi oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Setelah marga-marga dalam suku Simalungun semakin membaur, partuturan semakin ditentukan oleh partongah-jabuan (pernikahan), yang mengakibatkan pembentukan hubungan perkerabatan antara keluarga-keluarga Simalungun.
Kategori partuturan
Partuturan dalam suku Simalungun di bagi ke dalam 3 kategori menurut kedekatan hubungan seseorang, yaitu:
Tutur manorus (langsung)
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
Tutur holmouan (kelompok)
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
Tutur natipak (kehormatan)
Tutur natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
Asal-usul
Awalnya orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan "tibalni parhundul" (kedudukan/peran) dalam "horja-horja adat" (acara-acara adat). Hal ini dapat dilihat pada pertanyaan yang diajukan oleh seorang Simalungun di saat orang mereka saling bertemu, dimana bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?" Hal ini dipertegas lagi oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Setelah marga-marga dalam suku Simalungun semakin membaur, partuturan semakin ditentukan oleh partongah-jabuan (pernikahan), yang mengakibatkan pembentukan hubungan perkerabatan antara keluarga-keluarga Simalungun.
Kategori partuturan
Partuturan dalam suku Simalungun di bagi ke dalam 3 kategori menurut kedekatan hubungan seseorang, yaitu:
Tutur manorus (langsung)
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
- Ompung: orangtua ayah atau ibu, saudara (kakak/adik) dari orangtua ayah atau ibu
- Bapa/Amang: ayah
- Inang: ibu
- Abang: saudara lelaki yang lahir lebih dulu dari kita.
- Anggi: adik lelaki; saudara lelaki yang lahir setelah kita.
- Botou: saudara perempuan (baik lebih tua atau lebih muda).
- Amboru: saudara perempuan ayah; saudara perempuan pariban ayah; saudara perempuan Mangkela. Bagi wanita: orangtua dari suami kita; amboru dari suami kita; atau mertua dari saudara ipar perempuan kita.
- Mangkela: suami dari saudara perempuan dari ayah
- Tulang: saudara lelaki ibu; saudara lelaki pariban ibu; ayah dari besan
- Anturang: istri dari tulang; ibu dari besan
- Parmaen: istri dari anak; istri dari keponakan; anak perempuan dari saudara perempuan istri; amboru dan mangkela kita memanggil istri kita parmaen
- Nasibesan: istri dari saudara (Ipar) lelaki dari istri kita atau saudara istri kita
- Hela: suami dari puteri kita; suami dari puteri dari kakak/adik kita
- Gawei: hubungan wanita dengan istri saudara lelakinya
- Lawei: hubungan laki-laki dengan suami dari saudara perempuannya; panggilan laki-laki terhadap putera amboru; hubungan laki-laki dengan suami dari puteri amboru (botoubanua).
- Botoubanua: puteri amboru; bagi wanita: putera tulang
- Pahompu: cucu; anak dari botoubanua; anak pariban
- Nono: pahompu dari anak (lelaki)
- Nini: cucu dari boru
- Sima-sima: anak dari Nono/Nini
- Siminik: cucu dari Nono/Nini
Tutur holmouan (kelompok)
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
- Ompung Nini: ayah dari ompung
- Ompung Martinodohon: saudara (kakak/adik) dengan ompung
- Ompung Doli: ayah kandung dari ayah, kalau nenek perempuan disebut inang tutua
- Bapa Tua: saudara lelaki paling tua dari ayah
- Bapa Godang: saudara lelaki yang lebih tua dari ayah, di beberapa tempat biasa juga disebut bapa tua
- Inang Godang: istri dari bapa godang
- Bapa Tongah: saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling tua, bukan paling muda)
- Inang Tongah: istri dari bapa tongah
- Bapa Gian / Bapa Anggi: saudara lelaki ayah yang lahir paling belakang
- Inang Gian / Inang Anggi: istri dari bapa gian/Anggi
- Sanina / Sapanganonkon: saudara satu ayah/ibu
- Pariban: sebutan bagi orang yang dapat kita jadikan pasangan (suami atau istri) atau adik/kakaknya
- Tondong Bolon: pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami) kita
- Tondong Pamupus: pambuatan ayah kandung kita
- Tondong Mata ni Ari: pambuatan ompung kita
- Tondong Mangihut
- Anakborujabu: sebagai pimpinan dari semua boru, anakborujabu dituakan karena bertanggung jawab pada tiap acara suka/duka Cita.
- Panogolan: anak laki/perempuan dari saudara perempuan
- Boru Ampuan: hela kandung yang menikahi anak perempuan kandung kita
- Anakborumintori: istri/suami dari panogolan
- Anakborumangihut: lawei dari botou
- Anakborusanina
Tutur natipak (kehormatan)
Tutur natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
- Kaha: digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru dari kakak ibu.
- Nasikaha: digunakan istri kita untuk memanggil saudara laki kita yang lebih tua
- Nasianggiku: untuk memanggil istri dari adik
- Anggi
- Ham: digunakan pada orang yang membesarkan/memelihara kita (orang tua) atau pada orang yang seumur yang belum diketahui hubungannya dengan kita
- Handian: serupa penggunaannya dengan ham, tapi memiliki arti yang lebih luas.
- Dosan: digunakan tetua terhadap sesama tetua
- Anaha: digunakan tetua terhadap anak muda laki
- Kakak: digunakan anak perempuan kepada saudara lakinya yang lebih tua
- Ambia: Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran
- Ho: panggilan bagi orang yang sudah akrab (sakkan) atau pada orang yang derajadnya lebih rendah, kadang digunakan oleh suami pada istrinya
- Hanima: sebutan untuk istri (kasar) atau pada orang yang berderajad lebih rendah dari kita (jamak, lebih dari seorang)
- Nasiam: sebutan untuk yang secara kekerabatan berderajad di atas (jamak, lebih dari seorang)
- Akkora: sebutan orang tua bagi anak perempuan yang dekat hubungan kekerabatannya
- Abang: panggilan pada saudara laki yang lebih tua atau yang berderajad lebih dari kita
- Tuan: dulu digunakan untuk memanggil pemimpin huta (kampung), atau pada keturunan Raja
- Sibursok: sebutan bagi anak laki yang baru lahir
- Sitatap: sebutan bagi anak perempuan yang baru lahir
- Awalan Pan/Pang: sebutan bagi seorang Laki yang sudah memiliki Anak, misal anaknya Ucok, maka Ayahnya disebut pan-Ucok/pang-Ucok.
- Awalan Nang/Nan: sebutan bagi seorang perempuan yang sudah memiliki anak, misal anaknya Ucok, maka ibunya disebut nan-Ucok/nang-Ucok.
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih atas Komentar Anda